Sejak ditetapkannya Gunung Rinjani menjadi geopark dunia oleh UNESCO pada tahun 2018 yang lalu membuat Rinjani semakin dikenal oleh dunia. Masuknya Gunung Rinjani menjadi UNESCO Global Geopark tentu menjadi ajang promosi yang efektif terutama bagi sektor kepariwisataan NTB. Tentu, akan semakin banyak wisatawan internasional yang tertarik untuk berkunjung ke Gunung Rinjani. Penetapan ini juga akan meningkatkan kunjungan wisatawan yang akan meningkatkan perekonomian di NTB. Masifnya pembangunan kawasan pariwisata di NTB tidak terlepas dari instruksi presiden Jokowi yang juga menetapkan kawasan ekonomi khusus (KEK) mandalika sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Tidak hanya itu saja, sejak ditetapkannya Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan balap motor bergengsi pada tahun 2021 setelah penandatanganan kesepakatan menggelar MotoGP antara ITDC Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dengan Dorna Sport di Madrid, Spanyol, pada akhir Januari 2019, yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah. Melihat peluang ini PT Indonesia Lombok Resort selaku investor bergegas untuk meminta restu pembangunan kereta gantung kepada gubernur NTB. Proyek kereta gantung ini sebenarnya sudah diwacanakan oleh bupati Lombok Tengah pada tahun 2013 yang lalu. Namun, karena hak guna usaha (HGU) dan kewenangan pengelolaaan hutan dialihkan ke pemerintah provinsi, bupati Lombok Tengah tidak bisa mengeluarkan izin.

Wacana pembangunan kereta gantung ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Khususnya para pecinta alam, pemerhati lingkungan dan aktivis lingkungan mereka menolak untuk dibangunnya kereta gantung ini dengan alasan, bahwa akan menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan di Kawasan gunung Rinjani. Bagaimana tidak, sekarang ini kondisi hutan di NTB, khususnya Kawasan Rinjani sedang dalam kondisi yang mengkhawatirkan, keadaan ini menyebabkan terjadinya bencana alam, mulai dari banjir bandang, tanah longsor dan sampai yang terparah yaitu kekurangan air.

Selain itu, dengan adanya kereta gantung ini akan mematikan perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai porter. Mengingat, Gunung Rinjani merupakan sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat yang ada di pulau Lombok. Disisi lain, pemerintah provinsi NTB, melalui kepala dinas LHK Madani Mukarom menjelaskan, pembangunan kereta gantung ini dipastikan tidak boleh menggangu Kawasan inti TNGR. Tiga kawasan inti yang dimaksud yaitu, Pelawangan Rinjani, Puncak Rinjani dan Danau Segara Anak. Dia menjelaskan kereta gantung ini nanti akan dibangun di luar Kawasan TNGR. Kereta gantung sepanjang 10 km itu akan dibangun dari Karang Sidemen menuju atas area hutan lindung di Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah.

Meskipun rencana pembangunan kereta gantung berada di Lombok Tengah, namun tidak menyurutkan tekad para pecinta alam, aktivis lingkungan di daerah lain untuk terus menyuarakan penolakan tentang rencana pembangunan kereta gantung ini. Seperti yang dilakukan oleh gabungan pecinta alam Lombok Timur. Dalam deklarasinya, pecinta alam Lombok Timur menggugat dan menolak keras proyek pembanguan kereta gantung Rinjani.

Mestinya sebelum rencana pembangunan kereta gantung ini dimulai, hendaknya pemerintah provinsi NTB bertemu dengan masyarakat setempat, pemerhati lingkungan, aktivis lingkungan, para pecinta alam, pelaku wisata atau semua pihak yang terkait dengan hal ini. Pemerintah provinsi  jangan hanya mementingkan kemauan investor saja dan mengabaikan kepentingan dan kemauan masyarakat. Pro dan kontra ini menunjukkan bahwa pemprov tidak memiliki rencana yang matang tentang pembangunan pariwisata di NTB. Akankah pemprov bersikeras untuk memberi izin kepada investor untuk membangun kereta gantung ini, ataukah mau mendengar suara rakyat yang menolak rencana pembangunan kereta gantung Rinjani.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *