Kamis, 6 Februari 2020, Gema Alam NTB menyelenggarakan diskusi public dengan tema Kereta Gantung Rinjani Untuk (Si)apa?. Dalam diskusi ini menghadirkan narasumber dari kalangan pemerintah (Dinas LHK dan Bappeda Provinsi NTB), badan pengelola RL – UGGp, pemerhati perhutanan social (Dwi Sudarsono, S.H), pemerhati pariwisata (Ahyakmudin), pegiat ekowisata (Hasan Gauk), perwakilan masyarakat lingkar Rinjani (Bapak Marwi), pemerhati kawasan lingkungan Rinjani (Rijalul Fikri) dan Gema Alam NTB (Haiziah Gazali). Selain narasumber juga hadir audiens dari beberapa unsur diantaranya Aliansi Rinjani Memanggil Lombok Timur, Dinas Pariwisata Lombok Timur, Dinas Lingkungan Hidup Lombok Tengah, KPH Rinjani Timur, Akademisi, Praktisi, Media, Himpunan Pramuwisata Indonesia ( HPI), Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia(APGI), Lombok Homestay Asosiasi, Perempuan lingkar Rinjani, Asosiasi Pokdarwis Lombok Timur, Ormas dan masyarakat umum. Bertindak sebagai moderator dalam kegiatan ini adalah Muhammad Juaini dari Gema Alam NTB.

Inisiatif terselenggaranya kegiatan ini adalah adanya pro dan kontra terhadap rencana pembangunan kereta gantung di Kawasan Rinjani yang membentang sepanjang 12 km yang dimulai dari Karang Sidemen menuju atas area hutan lindung di Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah. Diskusi publik ini bertujuan untuk membangun transparansi informasi tentang rencana pembangunan kereta gantung di kawasan Rinjani dan membuka ruang aspirasi publik terkait dengan rencana pembangunan kereta gantung.

Mengawali diskusi, moderator memberikan kesempatan pertama dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB

Dinas LHK Prov. NTB menyampaikan soal rencana tahapan pembangunan kereta gantung

mewakili pemerintah provinsi sebagai pemantik pertama diskusi. Dalam penyampaiannya Dinas LHK sangat terbuka dan mendengar aspirasi dari masyarakat. Diakuinya isu rencana pembangunan kereta gantung ini sangat cepat menyebar di masyarakat, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Pemohon (investor) baru dapat izin prinsip saja dengan memenuhi syarat lampiran akta, profil perusahaan dan jaminan bank. Namun perlu diingat bahwa ada beberapa tahapan yang harus diselesaikan oleh pihak pemohon di antaranya soal tata batas, amdal, desain tapak, feasibility study (FS) dan detail engineering design (DED). Jadi tidak serta merta begitu pemohon mangajukan izin, langsung bisa setujui.

RL – UGGp menyampaikan ulasan soal kereta gantung

Dari badan pengelola Rinjani Lombok UGGp, menjelaskan bahwa Rinjani merupakan sumber air pulau Lombok, memiliki warisan geologi penting dalam hal kegunungapian seperti kaldera, kerucut gunungapi muda, solfatara, mataair panas dan lanskap berestetika tinggi seperti air terjun, dan yang paling penting sebagai pengingat kita adalah terletak pada daerah dengan kerentanan tinggi terhadap bencana dan perubahan iklim. Jika kereta gantung akan dibangun di Kawasan Rinjani, memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi (gempa bumi, pergerakan tanah) karena batuan lokasi pembangunan adalah batuan gunung api muda yang masih lepas-lepas (12.000 – 700 ribu tahun).

Kereta gantung sepanjang 12 km ini merupakan terpanjang di dunia. Di luar negeri panjangnya hanya 1 sampai dengan 2 km. Jauh sebelum Rinjani ditetapkan sebagai geopark masyarakat sudah mendapatkan manfaat ekonomi dari Rinjani. Badan pengelola geopark menyatakan sikap, jika pembangunan kereta gantung mengganggu 3 pilar yang sudah ada, maka ini harus ditolak, tiga pilar yang dimaksud adalah konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Ketua Gema Alam, menyuarakan aspirasi perempuan lingkar Rinjani soal kereta gantung

Ketua Gema Alam mewakili aspirasi perempuan lingkar Rinjani mengatakan, yang sangat dikhawatirkan oleh perempuan yang selama ini mengelola sumber daya alam dengan kasih, kalau misalnya ada pembangunan kereta gantung bagaimana nasib keluarga saya?, bagaimana nasib lingkungan yang ada di sekitar saya?. Dulu sebelum menggeliat soal pariwisata jumlah TKI/TKW sangat tinggi, sekarang setelah pariwisata menggeliat jumlah TKI/TKW menurun. Dari sisi lingkungan, perempuan mengelola lingkungan dengan kerahimannya, perempuan dengan cara – cara yang sangat kasih mengelola lingkungannya.

Sehingga kalau berbicara kereta gantung, seharusnya ada perempuan untuk mendengarkan suara mereka. perempuan dari Lombok Utara, perempuan dari Sembalun, perempuan dari Lombok Tengah dan perempuan dari Selatan mengatakan kami mengelola hasil hutan bukan kayu dengan cara yang baik. Kalau kereta gantung mau dibangun, sementara sumber daya manusia belum ditingkatkan oleh pemerintah, lalu kami mau menjadi apa?. Itulah respon perempuan, mereka tidak berfikir tentang dirinya, tetapi mereka berfikir tentang keluarganya, tentang lingkunganya. Perempuan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan pembangunan.

Dari sudut pandang pemerhati pariwisata (Ahyakmudin) mengatakan pariwisata berkelanjutan berhadapan dengan pariwisata konvensional. Dua istilah ini yang berbeda ini tidak hanya berperang pada tataran wacana, konsep bahkan perencanaan. Pertempuaran ini telah terjadi di usaha kawasan wisata konvensional dan berkelanjutan. Hari ini kita akan menunggu  siapa pemenang antara  atraksi mountaineering dan sustainable tracking. Bagi saya untuk tidak terjun dari polemik ini , silahkan saja pemerintah mencoba apa saja yang dianggap baik dan bermanfaat yang menguntungkan pemerintah dan masyarakat. Tapi patut kita sadari, bahwa pada saatnya nanti waktu akan memberi tahu kita tentang apakah kita pada posisi yang benar atau sudut pandang yang salah. Sementara itu, Boby seorang traveler asal Australia yang juga ikut dalam diskusi ini mengatakan masyarakat hendaknya sebagai subjek bukan objek dalam pembangunan. Proses kereta gantung ini akan menjadi bencana, sehingga untuk membuat pembangunan yang berkesinambungan perlu adanya peranan – peranan lokal yang strategis. Dia ingin Lombok terus hijau, terus organik, terus berkembang selayaknya dan sumber daya alamnya tidak dieksploitasi.

Sementara itu, pemerhati perhutanan social bapak Dwi Sudarsono mangatakan di lokasi rencana pembangunan kereta gantung akan melewati areal HKm seluas 450 yang dikelola oleh ±800 KK. Jika pembangunan kereta gantung melewati areal HKm, mestinya juga masayarakat sebagai pengelola harus tahu, karena mereka sudah memegang izin.  Pembangunan kereta gantung perkirakan akan dibangun tahun 2021, ini terlalu tergesa – gesa, sementara banyak tahapan yang harus dilalui oleh pemohon. Dari ahli kehutanan Dr. Andi Chairil Ichsan berpandangan intinya setiap pembangunan tentu akan menimbulkan resiko bagi ekosistem. Oleh karenanya sebelum pebangunan itu berlangsung butuh kajian mendalam terkait analisis resiko ekosistem dengan mengacu pada konsep yang jelas dan baku mutu yang ditetapkan, serta analisis dampaknya terhadap multi aspek baik social kebudayaan, ekonomi dan kesehatan lingkungan. Berapa para meter yang musti masuk dalam elemen kajian yaitu ukuran besaran dampak, durasi dampak, jumlah komponen yang terkena dampak , intensitas dampak, dan kemungkinan adanya dampak ikutan dan siklus dampak. Kesemua elemen ini harus di kaji dan di ekspose ke depan publik. Jika hasilnya ternyata berdampak positif dan merata dalam jangka panjang maka perlu dipertimbangkan dan diberikan rekomendasi. Tetapi jika dampakya negatif, parsial dalam jangka panjang lebih baik   dipertimbangkan rekomendasinya.

Masyarakat pemerhati kawasan Rinjani bapak Rijalul Fikri mengatakan tetap konsisten dan dengan tegas menolak kereta gantung dengan dasar pertimbangan dari sudut pandang lingkungan, ekonomi dan social budaya. Dari sisi lingkungan jika satu saja pohon ditebang akan berdampak pada lingkungan, apalgi kalua banyak, dari sisi ekonomi ada 1731 pelaku wisata yang terdiri dari 1155 porter dan 576 guide di rinjani, jika kereta gantung dibangun akan berdampak pada mata pencaharian mereka.

Sementara respon dan tanggapan para audiens tentang rencana pembangunan kereta gantung ini kontra dengan pemerintah, mereka menganggap pemerintah serba cepat dan terlalu tergesa – gesa, sembari mengingatkan pemerintah jangan terjebak memberikan izin dengan mudah kepada investor. Sementara ada beberapa tahapan yang belum dilakukan oleh pemohon diantaranya, kajian amdal, kajian feasibility study (FS) yang bisa memakan waktu sampai dengan tujuh bulan lamanya, kajian social budaya, detail engineering design (DED) dan kajian ekonomi. Kalau dihitung ini tidak bisa mencapai waktu yang ditargetkan oleh pemrintah tahun 2021 kereta gantung harus dibangun. Dari hasil penelitian terhadap 100 orang responden, 100 homestay dan 100 porter yang dilakukan oleh Lombok Homestay Asosiasi menolak adanya kereta gantung.  Diakhir diskusi para audiens memberikan rekomendasi kepada pemerintah provinsi hendaknya melakukan kajian yang mendalam terhadap dampak lingkungan, sosial budaya dan ekonomi kepada masyarakat, terutama mereka yang menggantungkan hidupnya dari kawasan Rinjani.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *