
Beberapa tahun terakhir, pemerintah dan industri otomotif gencar mempromosikan motor dan mobil listrik sebagai solusi ramah lingkungan. Teknologi ini disebut-sebut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, mengatasi polusi udara, dan menjadi bagian dari transisi energi bersih.
Namun, di balik narasi hijau ini, tersembunyi kenyataan pahit: mobil dan motor listrik bukanlah solusi murni, melainkan bentuk “energi bersih palsu” yang menutupi kerusakan ekologis di hulu rantai produksinya. Tujuannya apa? Jelas hanya untuk bisnis para kapitalis.

Baterai: Jantung Teknologi yang Merusak Alam
Motor dan mobil listrik membutuhkan baterai lithium-ion berkapasitas besar. Bahan baku utamanya nikel, kobalt, lithium, dan mangan diperoleh dari aktivitas pertambangan yang punya dampak lingkungan masif:
- Penggundulan hutan dan kerusakan habitat satwa.
- Pencemaran air akibat limbah tambang.
- Emisi karbon tinggi dari proses ekstraksi dan pemurnian bijih.
Di Indonesia, misalnya, tambang nikel di Sulawesi, Maluku dan Raja Ampat telah memicu deforestasi dan merusak ekosistem laut akibat pembuangan limbah ke perairan.

Jejak Karbon dari Produksi
Walau kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi langsung di jalan, proses produksinya justru menyumbang emisi besar. Studi menunjukkan, pembuatan satu baterai mobil listrik dapat menghasilkan emisi setara penggunaan mobil konvensional selama beberapa tahun.
Dengan kata lain, kendaraan listrik hanya memindahkan sumber polusi dari knalpot ke lokasi tambang dan pabrik.
Masalah Daur Ulang yang Belum Terpecahkan
Baterai lithium-ion memiliki umur pakai terbatas. Setelah habis masa pakainya, pengelolaan limbah baterai masih menjadi tantangan global. Proses daur ulang baterai memerlukan teknologi mahal, berisiko tinggi, dan sering kali menghasilkan limbah beracun baru.
Transisi Energi yang Setengah Hati
Tanpa perubahan sistem energi secara keseluruhan, kendaraan listrik tidak akan benar-benar bersih. Di banyak negara, termasuk Indonesia, listrik untuk mengisi baterai masih berasal dari PLTU batu bara salah satu sumber emisi karbon terbesar di dunia.
Artinya, kita hanya memindahkan polusi dari mesin kendaraan ke cerobong PLTU.

Kesimpulan:
Motor dan mobil listrik bukanlah jalan pintas menuju masa depan hijau. Jika tidak dibarengi dengan reformasi energi, pengelolaan tambang berkelanjutan, dan sistem transportasi publik yang kuat, maka teknologi ini hanyalah kosmetik hijau solusi palsu yang mengalihkan perhatian dari masalah inti: konsumsi energi berlebihan dan eksploitasi sumber daya alam tanpa batas.
