Sabtu, 25 Januari 2020 kami bertiga (Alviani Mustika, Handry Nadiarti dan M.Apriyandi Hidayatullah) volunteer di Gema Alam NTB kembali berkunjung ke Dusun Batu Jong Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun. Pukul 07.00 pagi, Kami berangkat dari basecamp Gema Alam menuju dusun Batu Jong. Menempuh perjalanan sekitar hampir 3 jam untuk bisa sampai kesana. Sekitar pukul 09.30 wita kami tiba di tempat tersebut. Sesampai di sana, kami menemukan ibu Diana dan Ibu Mus yang sudah menunggu kedatangan kami di sebuah berugaq salah satu milik warga disana. Kami disambut dengan hangat oleh mereka begitupula dengan anak-anak disana. Kami kembali ke tempat ini untuk menunaikan janji yang sebelumnya sudah kami sepakati, bahwa kami bersedia untuk belajar bersama mereka, terutama dengan ibu-ibu yang belum bisa membaca dan menulis. Ya, tujuan kami selain itu adalah bertemu dengan anak-anak disana. Anak-anak yang memiliki semangat dan antusias belajar yang sangat tinggi.
Setelah beberapa menit bertegur sapa, kami mulai membagi tugas. Saya dan Handry akan ikut ibu Diana ke rumahnya, di sana kami akan belajar membaca dan menulis dengan ibu-ibu yang lain sembari belajar membuat kue. Sedangkan bang M.Apriandi Hidayatullah akan mulai bercengkrama dengan anak-anak disana sembari membacakan dongeng dan membagikan susu yang kami bawa saat itu.
Sampailah Saya dan Handry di rumah ibu Diana. Ibu-ibu yang lainnya belum kumpul saat itu. Sambil menunggu mereka datang, kami menyiapkan alat belajar, alat membuat kue dan bahan untuk membuat kue. Tidak lama setelah itu ibu-ibu yang lain mulai berkumpul di rumah ibu Diana. Mereka sangat antusias sekali ketika melihat kami. Mereka langsung bertanya apa kita akan langsung belajar menulis dan membaca. Kemudian saya menyampaika maksud kami pada mereka, “kita akan belajar sambil membuat kue”. Jadi ibu-ibu akan belajar menulis dan membaca dari proses pembuatan kue yang akan kita buat. Langsung saja kami memberikan kesempatan menulis bagi ibu-ibu yang sudah bisa menulis dan membaca, yaitu ibu Diana. Kemudian tulisan resep tersebut akan dibaca oleh ibu-ibu yang tidak bisa membaca. Kemudian sebagian dari mereka membantu mempersiapkan dan membuat kue tersebut berdasarkan resep dan langkah-langkah yang sudah ditulis. Hal ini akan membuat semua ibu-ibu di sana berperan aktif. Di sela-sela pembuatan kue, saya bertanya tentang keadaan mereka dan anak-anak mereka. Bagaimana sekolah anak-anak mereka dulu dan apa yang memotivasi mereka untuk mau belajar membaca dan menulis?
Salah seorang dari mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Namanya Ibu Febi. Perempuan muda yang memiliki dua orang anak itu menceritakan tentang dusun Batu Jong, sekolah anak-anaknya dan kehidupan kesehariannya yang mampu menjadi motivasinya untuk belajar membaca dan menulis. Ibu Febi bercerita tentang masa kecilnya yang sangat ingin skolah namun karena keterbatasan keluarganya, ia lebih memilih bekerja untuk meneruskan hidupnya dan berhenti sekolah. Orang tuanya berpisah sejak ia masih kecil dan ia ditelantarkan. Keinginannya bersekolah harus pupus karena jarak tempuh sekolahnya yang sangat jauh dan tidak ada biaya untuk melanjutkannya. Ia berkeinginan agar anaknya tidak bernasib sama dengan dirinya. Hal yang paling diinginkan adalah anaknya mendapat akses pendidikan yang layak dan ingin sekali melihat anaknya menjadi dokter. Keinginan lainnya yang ia utarakan bahwa ia ingin sekali bisa membaca dan menulis agar ia bisa menuliskan cerita masa kecilnya. Katanya, “mbak ika, saya ingin sekali bisa cepat bisa menulis dan membaca, saya ingin menulis kisah hidup saya dari saya kecil hingga sekarang. Rasanya pasti seru mengingat dan bisa menulis cerita itu” sambil ia tersenyum.
Selain keinginan tersebut, ia juga menceritakan sekilas tentang anak-anak di dusun Batu Jong tersebut. Katanya dulu sekolah dibangun ketika orang-orang dari Dinas Sosial datang dan memberikan bantuan untuk dibuatkan sekolah agar anak-anak di sana mendapatkan pendidikan yang layak. Namun semua itu tidak berjalan sesuai keinginan mereka. Guru yang sudah ditunjjuk untuk mengajar tiba-tiba hilang setelah bantuan uang yang didapatkan cair. Sampai sekarang yang bertahan memberikan edukasi pada anak-anak di sana adalah Ibu Mus. Perempuan muda yang hebat yang dengan ikhlas mengajarkan anak-anak tersebut untuk bisa membaca dan menulis. Ibu Febi juga bercerita bahwa ibu-ibu disana tidak ada yang bisa dikerjakan selain sebagai buruh (bekerja pada ladang orang lain). Perekonomian yang dirasa sulit membuat mereka khawatir dengan pendidikan anak-anak mereka. Mereka menyampaikan bahwa pekerjaan yang dapat menghasilkan uang adalah ketika bisa mengelola dan mengolah hasil dari kebun jambu Mete. Namun itu hanya 3x dalam setahun. Selebihnya mereka menganggur dan tak tau mau mengerjakan apa. Beberapa dari mereka mengeluhkan diri yang hanya duduk diam di rumah tanpa bisa berbuat sesuatu yang dapat menambah perekonomian keluarganya. Sampai mereka bertanya apakah kami akan tetap kembali ke dusun itu untuk mengajak mereka melakukan sesuatu yang dianggap sebagai proses belajar mereka? (ika/gantb)