Sejak bulan Agustus 2019 mulai terjadi kasak kusuk soal kekurangan air bersih di Lombok Timur. Iya mbak, sudah dua hari air PAM macet di komplek saya. Itu ungkapan kawan yang tinggal di daerah pesisir desa Labuhan Haji. Saat saya menyiram gang menggunakan air bekas mencuci baju, tetangga saya mengatakan bahwa air sumurnya hanya bisa digunakan untuk memasak dan mandi saja. Saya tinggal di perkotaan loh ya. Lain lagi timpalan kawan yang tinggal di kawasan hutan, sejak dua minggu lalu kami tidak bisa mendapatkan air bersih. Begitu juga ungkapan kawan yang ada di daerah selatan, kami juga kekeringan karena bendungan yang biasa mengalirkan air sudah kering. Ironis, Lombok Timur yang terkenal dengan kesuburan dan sumber daya air berlimpah, berteriak panik dengan kekeringan yang menimpa.
Lontaran-lontaran kalimat di atas semuanya dari perempuan loh. Namun itu mewakili perasaan masyarakat Lombok Timur sekarang. Mengapa lebih banyak perempuan yang ekpresif dengan kekeringan ini? Disebabkan karena perempuan yang lebih dekat dan banyak membutuhkan air. Mau bukti?
- Mulai dari bangun tidur, setelah melakukan ibadah, perempuan langsung memasak air dan makanan untuk sarapan.
- Setelah itu memandikan anak yang mau berangkat sekolah.
- Dilanjutkan dengan mandi dan akan membutuhkan lebih banyak air saat perempuan sedang menstruasi.
- Siang, sore, sampai malam kembali bersentuhan dengan air untuk memasak dan mencuci.
- Lalu jika ada kegiatan produksi di rumah.
- Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kedekatan dan kebutuhan perempuan inilah yang membuat mereka lebih peka dan sensitive ketika terjadi kekeringan yang menimbulkan krisis air. Inilah yang juga menjadi alasan mengapa perempuan perlu terlibat di dalam membincang juga mengelola sumber daya air. Bukan karena latah soal keadilan gender. Namun karena kebutuhan perempuan akan air bersih lebih banyak dibandikan laki-laki. Selain itu juga karena perempuan diperankan di ranah domestik membuat perempuan tahu bagaimana cara mengelola air dengan baik dan bijak sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan kondisi tersebut, tahun 2012 Gema Alam pernah membantu Pemerintahan Desa dan masyarakat Jurit Baru melakukan sebuah assessment. Tujuannya untuk memetakan masalah dan potensi sumber daya air di desa. Lalu berdasarkan hasil analisis data dan informasi, tersusunlah sebuah perencanaan dengan menggunakan konsep tata kelola yang baik, adil dan berkelanjutan. Selain itu juga, dengan mengakomodir kebutuhan perempuan. Himpunan Pengelola Air Minum (HIPAM) sebagai pengelola air bersih yang akan menjalankan perencanaan tersebut. Perencanaan yang sangat sederhana berdasarkan kebutuhan masyarakat dan lingkungan ini adalah sebagai berikut:
A.Tata Produksi
Bagian ini bertujuan untuk menjaga debit air tetap besar. Agar debit air tetap terjaga maka desa dan masyarakat memiliki tugas menjaga pohon beringin dan jelateng tetap tumbuh di radius 100 meter di sekitar mata air. Desa tidak boleh mengizinkan adanya penebangan pohon penyerap/ penyimpan air. Selain itu juga di setiap sumber mata air harus ada penyaringan.
Untuk bisa mewujudkan kelestarian dari sumber mata air maka kegiatan yang dilakukan antara lain:
- Sosialisasi tentang perlindungan mata air.
- Melobi pemilik lahan.
- Penanaman pohon (Reboisasi dan Penghijauan)
- Pemasangan batu kosong di mata air yang akan dimanfaatkan
- Pemasangan Ijuk atau filter (jika dibutuhkan)
- Kaporitisasi
- Pemeliharaan mata air
Sumber daya yang dibutuhkan, antara lain:
- Dinas PU, TNGR, Dishutbun, Dikes dan BLHPM (Teknisi/tenaga ahli, dll).
- Bibit pohon penyimpan air
- Batu
- Ijuk
- Besi dan kawat beronjongan
- Kaporit
- Dana
B. Tata Distribusi (Pemerataan)
Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat terutama perempuan. Memenuhi kebutuhan air bersih tentu akan terlaksana jika adanya sistem pengelolaan air bersih dan memanfaatkan sarana air bersih yang sudah ada.
Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan antara lain:
- Pemetaan blok pemanfaat/anggota
- Pembenahan saluran pipa air dari reservoire ke BPT dan bak distribusi
- Pemanfaatan bak distribusi
- Penyaluran pipa dari BPT ke bak distribusi
- Pembentukan HIPAM di tiap dusun dengan melibatkan perempuan
- Penyusunan awig-awig tentang pengelolaan air bersih
- Penyusunan SOP (Standar operasional) pelayanan
Sumber daya yang dibutuhkan :
- Air bersih
- Tenaga ahli/teknisi
- Mesin Hidrolis (penyambung pipa)
- Pelampung
- Pipa
- Toga/Toma
- Pemuda
- Perempuan
- Ahli hukum
- Aparat pemerintah desa (Pemdes, BPD, LKMD, Kr. Taruna, PKK)
C. Tata Konsumsi (Pengendalian)
Tujuannya untuk mengendalikan pemanfaatan air bersih secara bekerlanjutan dan memberikan keringanan biaya kepada masyarakat miskin serta fasilitas umum
Tiap rumah tangga (RT) menggunakan kran/ pelampung dan adanya kran tonggak di sekitar lingkungan RT miskin.
- Sosialisasi tentang pola pemanfaatan air bersih kepada masyarakat
- Pendataan RT pemakai air bersih
- Pemasangan kran/pelampung di tiap RT
- Pemasangan kran tonggak
Sumber daya yang dibutuhkan :
- Sumber Daya Manusia (Pendata, Fasilitator dan Pengurus HIPAM Dus)
- Finansial (Iuran Rumah Tangga)
- Logistik (Kran, Lem dan Alat – alat Perbaikan)
Perencanaan yang sangat sederhana, dengan besarnya dana desa yang dikelola saat ini. Tentunya perencanaan ini menjadi sangat mungkin untuk menerapkannya. Namun sesederhana, semurah apapun rencana tidak akan pernah bisa terlaksana apalagi akan menyelesaikan persoalan. Jika semua pihak tidak memiliki kesadaran bahwa air adalah milik Tuhan dan harus dikelola dengan baik, adil juga berkelanjutan. Seperti saat ini, sebagian besar masyarakat Lombok Timur menjerit-jerit karena kekeringan termasuk di desa yang sudah memiliki perencanaan itu. Perencanaan yang terlibas oleh kepentingan, keserakahan dan egoisme segelintir manusia. Sebelum air mata juga mengering maka jalankanlah perencanaan pengelolaan air bersih dengan kepala dingin, rendah hati dan kebersamaan. (gantb/haiziah)