GEMA ALAM

Semestinya pengelolaan sumber daya alam (PSDA)

Secara geografis, kawasan Sub DAS Pohgading Sunggen terletak di lingkar kawasan Rinjani. Di kawasan ini terdapat 14 desa yang dihuni oleh 20.099 KK/61.738 Jiwa (Profil desa-desa kawasan; 2010). Begitu pula dengan kawasan Sub DAS Pancor Barong, letaknya yang berbatasan langsung dengan kawasan Rinjani menjadikannya subur dan memiliki potensi sumber daya alam cukup berlimpah seperti hutan, air, pertanian, perkebunan dan potensi wisata alam.

Idealnya, pengelolaan sumber daya alam (PSDA) yang baik mestinya mengakomodir peran dan kepentingan laki-laki dan perempuan secara adil, mengingat laki-laki dan perempuan memiliki saling keterhubungan dan ketergantungan secara kolektif. Hal ini senada dengan pendapat Ivan Illich (1998: 130) bahwa di bawah pengayoman gender, laki-laki dan perempuan saling ketergantungan (interdependensi) secara kolektif, ketergantungan timbal balik mereka menetapkan batas-batas pergulatan, ekploitasi, kekalahan. Namun demikian, “kompromi” yang baik dan adil antara laki-laki dan perempuan akan dapat tercapai jika relasi kuasa diantara keduanya berjalan seimbang. Relasi kuasa dimaksud, dalam kasus ini, berkenaan dengan penguasaan, pengelolaan,  pemanfaatan dan status kepemilikan (tenurial) tanah, hutan, air, dan sumber daya lainnya. Jika tidak, maka interdependensi kolektif kedua belah pihak akan berdampak sebaliknya, tetap menghasilkan ketimpangan.

Pengelolaan sumber daya hutan, air dan pertanian di 5 desa kawasan mestinya dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut harus diwujudkan dalam struktur kepengurusan, program dan kebijakan-kebijakan lembaga pengelola sumber daya alam.

Fakta-fakta yang terjadi

Berdasarkan hasil Participatory Action Research (PAR) yang dilakukan oleh GEMA ALAM (2013) di 5 desa di kawasan ini, teridentifikasi adanya ketimpangan gender dalam pengelolaan SDA. Di Desa Sapit, tercatat 700an KK sebagai pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 454,50 ha. dari jumlah tersebut  hanya 50an orang perempuan yang terlibat. Parahnya lagi, tak satupun yang ikut dalam kepengurusan. Di Desa Bebidas, penentuan jenis tanaman ditentukan oleh laki-laki, begitu pula dalam penjualan, pada skala besar dilakukan oleh laki-laki, sedangkan pada skala kecil dilakukan oleh perempuan. Di pengurus GAPOKTAN tidak satupun perempuan terlibat. Di Desa Suela terdapat objek wisata alam Lemor yang juga semua pengelolaannya dilakukan oleh laki-laki. Di Desa Beririjarak, tidak satupun perempuan yang terlibat sebagai pengelola  air bersih, begitu pula dalam kepengurusan P3A yang mengelola air irigasi. Dalam pengelolaan perkebunan, akses kepemilikan lahan didominasi laki-laki, sehingga banyak  perempuan tidak memiliki lahan, jikapun ada paling di bawah 0,50 are. Hasil perkebunan dijual ke tengkulak dengan sistem paketan dengan harga yang relatif rendah. Hal ini terjadi di Desa Jurit Baru.

Menyikapi kondisi tersebut, berbagai upaya sudah  dilakukan, antara lain: (1) pengajuan pencadangan areal kerja HKm di Desa Sapit dan Bebidas, (2) Fasilitasi legalitas hak kelola HKm, (3) Pemanfaatan  Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sebagai potensi usaha ekonomi produktif bagi kelompok perempuan, (4) Membangun sistem tata kelola air bersih yang berperspektif gender melalui  inisiasi penyusunan Perdes pengelolaan air bersih di Desa Beririjarak, dan membentuk pengurus Himpunan Pengguna Air Minum (HIPAM) di Desa Jurit Baru, Sapit dan Bebidas berperspektif gender, (5) Diskusi reguler terkait gender di Lima desa kawasan dan (6) Pengorganisasian pemuda desa kawasan.

Kepengurusan GAPOKTAN HKm dan  Kelompok Tani Sawah sampai saat ini masih didominasi oleh laki-laki. Sedangkan pada kelompok HIPAM sudah ada perempuan yang dilibatkan, namun masih sebatas sebagai bendahara. Kaum laki-laki masih memandang perempuan belum memiliki kapasitas untuk dilibatkan sebagai pengurus. Mereka bahkan menganggap keterlibatan perempuan dalam kepengurusan akan menghambat kerja-kerja kelompok, karena perempuan dipandang terbatas ruang geraknya. Sementara itu, kelompok perempuan juga cenderung mengamini anggapan tersebut, mereka bahkan cenderung menolak ketika diberikan kesempatan diposisikan dan diperankan. Akibatnya, mereka belum bisa menyampaikan aspirasinya pada rapat-rapat pembangunan di desa, malah masih sangat pasrah dengan kondisi mereka sebagaimana sebelumnya.

Sementara itu, laki-laki di Lima desa kawasan masih mendominasi dalam segala aspek, baik dari tingkatan Rumah Tangga, komunitas, pasar sampai pada desa dalam pengelolaan SDA. Sikap superior masih kuat dalam diri mereka. Hal ini disebabkan belum adanya pemahaman terkait dengan konsep keadilan gender. Dari segi kapasitas, laki-laki di kawsan ini jauh di atas perempuan, sehingga mereka lebih dipercaya dalam kegiatan pembangunan di desa.

Mestinya jumlah maupun peran dan posisi perempuan berimbang dengan laki-laki dalam kepengurusan kelompok-kelompok tersebut. Komunitas perempuan seharusnya memiliki kepercayaan diri mengkomunikasikan aspirasinya pada rapat pembangunan desa. Sebaliknya, kaum laki-laki membuka kesempatan bagi kaum perempuan di desa untuk menjalankan peran-peran strategis dalam pembangunan desa terutama PSDA.

Kampung/Desa  dan kelompok yang didampingi oleh Gema Alam, antara lain:

Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur dengan potensi hutan lindung:

1.Desa Sapit

  • Kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKm) Dongo Baru yang mengelola hutan dengan skema HKm
  • Kelompok perempuan Kreatif Sapit (KOMPAK) yang mengolah hasil hutan bukan kayu (kopi)

2.Desa Suela

  • Forum Pemuda Suela (FORMULA) yang mengelola ekowisata bekerjasama dengan Kebun Raya Lemor
  • Kelompok perempuan suela (KAPSUL) yang mengelola sekolah alam

3.Desa Mekarsari

  • Gapoktan Puncak Semaring yang mengelola hutan lindung dengan skema kemitraan kehutanan
  • Kelompok Wanita Terampil yang mengelola hasil hutan bukan kayu (jahe).
  • Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur dengan potensi tenun dan perkebunan

4.Desa Jurit baru

  • Kelompok Perempuan Kritis dan Kreatif (KPKK) yang mengolah gula semut dan ektsrak jahe
  • Himpunan Penggunan Air Minum (HIPAM) yang mengelola air bersih

5.Desa Pringgasela Selatan

Kelompok Nine Penenun yang anggotanya merpukan penenun

Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur dengan potensi hutan lindung

6.Desa Beirijarak

Gerakan Pemuda Untuk Perubahan (GAPURA) yang mengelola Gawar Gong dengan skema Kemitraan.

Strategi-strategi yang diterapkan Gema Alam NTB

Untuk mewujudkan kampung adil gender, Gema Alam menerapkan strategi-strategi, yakni:

  1. Pengorganisasian laki-laki dan perempuan
  2. Peningkatan kapasitas
  3. Advokasi
  4. Kampanye