GEMA ALAM

Menuju Kemandirian Ekonomi Rendah Karbon dan Perubahan Kualitas Hidup Perempuan Lombok Timur

Mengapa Ekowisata Menjadi Pilihan

Titik tekannya berada pada inisiasi ekowisata yang diharapkan akan menjadi salah satu alternatif sumber penghasilan kelompok perempuan dari kelas sosial yang rata-rata sebagai buruh tani dengan tingkat penghasilan rata-rata kurang dari 500.000/bulan.  Selain kelompok perempuan, kelompok target lainnya adalah kelompok anak muda usia produktif namun tidak memiliki pekerjaan yang jelas bahkan krisis kebanggaan pada aktivitas berbasis lahan dan lebih memilih menjadi buruh migran.  Atau jika pun bekerja hanya sebagai guru honorer dengan upah dibawah UMR.

Pemilihan ekowisata sebagai entry point di dalam judul dikarenakan ekowisata yang tertata dengan rapi berpotensi mendatangkan lebih banyak wisatawan lokal dan mancanegera yang dapat merasakan manfaat kekayaan alam Kebun Raya Lemor (KRL) dan Hutan Gawar Gong dengan beragam bentuk edukasi yang ditawarkan.  Saat ini tercatat 500-600 pengunjung setiap tahun nya yang menikmati sumber mata air yang terdapat di dalam KRL maupun Gawar Gong. Di lingkaran KRL dan Gawar Gong juga terdapat potensi lainnya, yaitu pengrajin tenun dengan pewarna alami yang belum ter-expose dengan baik, pengolahan bahan pangan hasil hutan bukan kayu dan lain-lain yang dapat memperkaya bentuk edukasi dalam program ekowisata tersebut.  Dengan adanya konsep ekowisata berbasis masyarakat, masyarakat dapat mempertahankan pengetahuan yang dimiliki, sekaligus memberikan edukasi kepada publik lainnya. Meningkatnya angka jumlah kunjungan yang akan berdampak pada tumbuhnya keragaman sumber penghasilan lain bagi masyarakat yang mendukung berjalannya program ekowisata menuju kemandirian ekonomi, seperti pengadaan souvenir, pengadaan pangan lokal, pengadaan penginapan, dan pengadaan progam pendidikan lainnya.  Judul ini sedikit berbeda penekanan yang tercantum di dalam kertas konsep, yakni “Penguatan Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Tenun menuju Kemandirian Ekonomi Perempuan di Kabupaten Lombok Timur”.  Namun perbedaan ini tidak menyurutkan tujuan yang telah dirumuskan, yakni untuk mewujudkan kemandirian ekonomi rendah karbon yang adil dan berkelanjutan serta perbaikan kualitas hidup perempuan dan kelompok marginal atau rentan lain.

Kampung dan Kelompok intervensi

Program yang rentang waktu pelaksanaan program ini selama satu tahun tujuh bula sejak Juni 2016-Desember 2017 mengintervensi desa-desa dampingan Gema Alam selama ini. Program ini menjadi lanjutan intervensi yang sudah dilakukan oleh Gema Alam sejak tahun 2013. Adapun desa-desa yang diintervensi mencakup kecamatan Suela, kecamatan Wanasaba dan Kecamatan Pringgasela ( Desa Suela, Sapit, Mekarsari, Beririjarak dan Pringgasela Selatan). Kelompok yang diintervensi adalah kelompok yang sudah diorganisir oleh Gema Alam, yakni:

  1. Gerakan Pemuda Untuk Perubahan (GAPURA) Desa Beririjarak
  2. Forum Pemuda Suela (FORMULA) Desa Suela
  3. Kelompok Perempuan Suela (KAPSUL) Desa Suela
  4. Kelompok Nine Penenun (KNP) Desa Pringgasela Selatan
  5. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Pringgasela Selatan
  6. Gapoktan HKm Dongo Baru Desa Sapit
  7. Kelompok Perempuan Kreatfi (KOMPAK) Desa Sapit
  8. Gapoktan Puncak Semaring Desa Mekarsari
  9. Kelompok Wanita Terampil (KWT) Desa Mekarsari

Strategi-strategi yang diterapkan selama program hingga saat ini terus berjalan adalah:

  1. Pengorganisasian laki-laki dan perempuan
  2. Peningkatan kapasitas melalui Sekolah rakyat
  3. Advokasi mulai level desa hingga provinsi
  4. Kampanye melalui Festival Ekowisata

Hasil-hasil dari Inisiasi Ekowisata Berbasis Masyarakat yang adil dan berkelanjutan sebagai Sumber Penghasilan Alternatif Perempuan Menuju Kemandirian Ekonomi Rendah Karbon dan Perubahan Kualitas Hidup Perempuan Lombok Timur

  1. Terbentuknya kepengurusan pengelolaan ekowisata yang adil gender
  2. Setiap komunitas memiliki produk unggulan (kopi, produk turunan tenun, ekstrak jahe, pakte ekowisata, spot foto, sekolah alam, pusat informasi, gula semut, rumah pohon, camping ground)
  3. Adanya kebijakan level desa yang mengatur pengelolaan ekowisata berupa Peraturan Desa
  4. Penenun yang tergabung dalam KNP sudah tidak terjerat rentenir
  5. Perempuan memiliki mata pencaharian alternatif selain sebagai buruh tani
  6. Terbukanya akses pasar sampai ke luar negeri