Salah satu persoalan lingkungan hidup yang kita hadapi saat ini adalah  sampah rumah tangga dan industri. Sampah adalah sisa dari segala aktifitas manusia yang tidak terpakai. Dua belas jenis sampah yang sulit terurai, yakni : kaca, batrai, botol plastik, kantong kresek, botol kaleng, kain, popok, pembalut, sisa jala, sepatu, puntung rokok, sisa makanan, kertas. Sampah-sampah yang sulit terurai sudah menjadi persoalan global.  Jumlahnya yang terus menumpuk dan dampaknya bagi lingkungan juga manusai sudah mulai terasa. Hewan laut banyak mati karena tersangkut plastik, perut berisi plsatik, air sungai dipenuhi plastik, pengalihan lahan kosong menjadi tempat pembuangan sampah dan masih banyak lagi dampak dari sampah plastik.

Foto: Leya Cattleya Soeratman

Oleh karena itu, melalui program Zero Waste pemerintah provinsi NTB periode 2019-2024 mencoba menjawab persoalan sampah plastik.  Pemerintah kabupaten juga mendukung melalui program 1 desa 1 TPA.  Untuk kita pahami secara bersama arti dari zero waste adalah tidak ada sisa dari aktifitas manusia yang tidak terpakai (semua terpakai dan tidak ada yang terbuang ke tempat pembuangan sampah). Sehingga pengelolaan sampah harus menuju ke kata-kata terpakai atau tidak dibuang.  Selain dari pemerintah yang menggalakan pengelolaan sampah, dari NGO dan masyarakat juga sudah banyak melakukan inisiatif, antara lain pembuatan ecobrik, kompos, bahan bakar dll. Zero waste sedang booming dan geliat masyarakat yang perduli dengan lingkungan semakin besar. Namun sebelum zero waste mencuat, penenun Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur NTB sudah mengolah sisa benang. Seharusnya sisa benang tidak terpakai dan menjadi sampah. Namun melalui tangan-tangan kreatif penenun, sisa benang tersebut dibuat menjadi produk tenun yang sangat menarik, sehingga tidak ada sisa yang tidak terpakai atau dibuang oleh para penenun.

Warna Indah dari Sisa Benang Tenun

Tenun adalah warisan budaya yang dimiliki oleh Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur. Sejak awal, para penenun yang dominan perempuan memanfaatkan sisa-sisa benang menenun. Mereka memintal atau menyambung sisa benang yang disebut rerambu untuk menjadi pakan (….) .kain dan syal tenun. Produk tenun yang pakannya terbuat dari rerambu memiliki harga jual murah, seperti harga  pasmina hanya berkisar pada Rp 15.000-35.000. Disebabkan karena kualitasnya kurang bagus, sekali cuci, pakannya akan keluar. Oleh karena kualitas kurang bagus, akhirnya jarang yang membeli dan lama-lama penenun tidak lagi menggunakan benang sisa sebagai pakan.

Namun, benang sisa tetap dimanfaatkan oleh para penenun. Saat ini rerambu hanya digunakan menjadi pakan untuk rerempek. Rerempek adalah bahasa lokal yang artinya campur-campur dengan warna yang macam-macam. Papuq Jumaiyah salah seoarang penenun rerempek ini mengatakan ‘saya hanya membuat rerempek karena saya sudah tidak sanggup untuk ngantek, kalau rerempek tidak membutuhkan tenaga saat ngengateknya. Saat usianya masih muda dia menenun kain. Rerempek ini memang ditenun oleh papuq-papuq dan saat ini hanya penenun Desa Pringgasela Selatan yang membuatnya. Itupun tinggal empat orang yang masih aktif membuat rerempek yakni: Papuq Jumaiyah usia 60 tahun, inaq Aini usia 45 tahun,  inaq Molida usia 40 tahun dan inaq Ani usia 38 tahun. Mengapa jarang penenun yang membuat rerempek, karena saat menyambung benang itu membutuhkan waktu dan ketelitian. Selain itu harga jualnya juga rendah Rp 15.000 – Rp 25.000. Dulu benang hanya disambung menggunakan tangan (pilit) atau nasi. Sekarang menggunakan lim glukol sehingga rekatnya semakin kuat dan lebih rata ( tidak terlalu menonjol).

Foto: Diana S. Hendratmo (UNESC0)
Foto: Diana S. Hendratmo (UNESCO)

Sebelum tahun 2016, rerempek tidak terlalu dikenal walaupun harganya sangat murah, Namun sejak pertengahan 2016 Gema Alam (GA) melakukan pengorganisasian penenun di desa tersebut. Salah satu hasilnya pada tahun 2017 harga rerempek bisa lebih mahal mulai dari Rp 50.000 – Rp 75.000. Hal ini karena GA beserta Kelompok Nine Penenun (KNP) dibantu oleh jaringan di luar daerah gencar melakukan promosi dan pemasaran. Bahkan saat ini, melalui program paska gempa yang dijalankan oleh UNESCO di KNP rerempek  menjadi sebuah baju yang sangat bagus dan berkelas di tangan desainer handal.

 

 

Pengetahuan Original Perempuan

Tanpa kita sadari bahwa ada pengetahuan original dari perempuan tentang bagaimana menghargai, menjaga lingkungan dengan tidak menyisakan sampah yang akan merusak lingkungan. Memanfaatkan benang sisa yang memberikan nilai ekonomis. Sehingga semua pihak seharusnya sadar bahwa melibatkan partisipasi utuh perempuan dalam persoalan sampah itu sangat perlu. Program pemerintah provinsi NTB zero waste seharusnya menggali dari pengetahuan-pengetahuan perempuan yang tak terdokumentasikan. Jika zero waste ala penenun ini dioptimalkan maka persoalan limbah kain teratasi dan pemberdayaan ekonomi penenun juga terjawab. Pengetahuan perempuan dalam memperlakukan alamnya yang hanya ada di kepala harus terutarakan dan terdokumentasikan sebagai refernsi semua pihak. (gantb/haiziah)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *