GMI JERMAN – GEMA ALAM NTB

Pada hari Senin, 25 November 2019 Tobias dan Samuel sampai di kantor Gema Alam pukul 14.15 Wita, setelah makan siang kami mulai berdiskusi. Orang-orang yang menghadiri pertemuan sore hari itu antara lain;
1. GMI : Tobias, Samuel dan Nini
2. Gema ALam : Haiziah Gazali /Zicko selaku ketua Gema Alam (GA) sekaligus penanggung jawab untuk program micro loan, Muhammad Juaini pengawas GA, Mansyur & Muslihan selaku pelaksana program.
Pengelola program mengawali dengan menyampaikan peminjam hingga bulan November 2019 berjumlah 42 orang yang tersebar di 11 Desa 4 Kecamatan. Selama menjalankan program micro loan ini, pengelola program menghadapi masalah macetnya setoran dari 6 orang peminjam. Hal ini disebabkan oleh karena:
1. Nurhidayah, dia adalah peminjam pada masa micro loan dikelola oleh Jailani rahman. Saat itu pengelola jarang mendatangi peminjam untuk mengambil setoran. Sehingga setoran menumpuk. Sementara Nurhidayah hanya berjualan di kantin sekolah dan dia merupakan single parent yang harus membiayainya kehidupannya dan anak-anaknya sendiri.
2. Hariyanton, sama kasusnya dengan Nurhidayah. Sehingga dia merubah produk yang dijual. Dari kopi menjadi bibit kopi. Dan saat ini bibit kopinya masih belum memiliki pasar. Sehingga modal yang dipinjam belum bisa berkembang. Namun mulai bulan Oktober dia sudah mulai mengembalikan setoran dan berjanji untuk mengembalikan pinjaman setiap bulan.
3. Siti Hidayati, Nely Sopiana, Sri Hartini yang tergabung dalam kelompok Nine Penenun ini juga memiliki kasus yang sama dengan Nurhidayah dan Hariyanton. Namun mereka sudah mulai mengembalikan pinjaman setiap bulan.
4. Mawardi, disebabkan karena harus pindah domisili. Sehingga usaha yang dijalankan di desa tempat tinggalnya tidak berjalan. Namun dia sudah berkomitmen untuk menyelesaikan pinjaman pada akhir November-Desember 2019.
Pembahasan selanjutnya tentang alur proses untuk approve peminjam yang kita sepakati bahwa proses yang memakan waktu 2-3 hari bukan masalah karena memang program micro loan tidak sedang bersaing dengan bank rontok /koperasi yang memberlakukan keuntungan 10% dalam pinjaman 1.000.000 yang pencairannya sangat cepat. Selain itu, GMI menegaskan bahwa mereka tidak mengejar target kuantitas namun lebih mementingkan kwalitas peminjam. Untuk melihat kemajuan usaha peminjam setelah mendapatkan bantuan [injaman modal, akan dicek langsung saat kunjungan langsung ke desa.
Dari beberapa kondisi diatas maka ada beberapa startegi yang dishare oleh Tobias berdasarkan pengalama di filifina, antara lain:
1. Membantu peminjam yang kesulitan membayar setoran dengan meminta mereka untuk menabung setiap hari untuk disetor setiap minggu.
2. Untuk mempercepat proses, maka informasi yang diminta dalam form profil harus lengkap baru dikirim ke GMI.
3. Mengadakan pertemuan makan siang dengan peminjam, yang bertujuan untuk mempertemukan peminjam dengan berbagai pihak dan sharing para peminjam.
Gema Alam mengusulkan jika ada champion dengan criteria peminjam yang tepat waktu menyetor dan yang usahanya berkembang dengan baik dan maju. Tujuannya agar memberikan motivasi kepada para peminjam.

DESA BERIRIJARAK KECAMATAN WANASABA KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Selasa, 26 November 2019 pukul 09.00 wita kami berangkat menuju Desa Beririjarak untuk bertemu dan memantau perkembangan usaha para peminjam. Mitra peminjam yang kami kunjungi antara lain:
Sopian Hadi, Usaha Kopi Rau. Laki-laki berusia 30 tahun ini menjalankan usaha pengolahan kopi sejak September 2017. Diawali dengan melakukan pembacaan potensi desa yang didampingi oleh Gema ALam. Salah satu potensi yang teridentifikasi adalah kopi. Namun sayang, saat itu petani kopi mengabaikan tanaman kopi karena harganya yang sangat murah, Rp 10000/kg. Kondisi ini melahirkan sebuah perencanaan yang di buat oleh Sopian dengan organisasinya. Pengolahan kopi sebagai salah satu spot ekowisata. Sopian yang dimandatkan untuk mengelola kopi ini, konsistensi dan focus hingga membuahkan hasil. Sopian, mendapatkan peningkatan kapasitas bukan hanya dari GA namun juga dari berbagi lembaga, dinas social, koperasi. Selain itu tahun 2018 dia mendapatkan bantuan alat untuk megolah kopi dari dinas Perindustrian Kabupaten Lombok Timur.
Sopian sudah dua kali meminjam modal dari program micro loan. Dia selalu tepat waktu dalam mengembalikan setoran. Dia menggunakan modal yang dipinjam untuk membeli biji kopi, kemasan dan alat seduh kopi. Laki-laki yang pada bulan Desember ini akan melepas masa lajangnya, sangat merasakan manfaat setelah mengakses modal dari program yang dijalankan oleh Gema Alam. Dia bisa menambah stok kopi sehingga bisa memenuhi permintaan pasar, yang juga datang dari luar negeri. Sejak 2018 kopi yang dibranding dengan kopi Rau ini sudah masuk pasar online yakni Shopee. Saat kami berkunjung tahun ini, Sopian menerima kami di kantor Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ternyata Pemerintah Desa dan masyarakat mempercayakan peran direktur BUMDes dipegang oleh Sopian. Kopi Rau juga masuk menjadi salah satu unit usaha di BUMDes. Melalui BUMDes, peluang kopi Rau menembus pasar semakin terbuka lebar. Menurut Sopian bahwa melalui usaha kopi ini bisa memperkuat ekonomi mereka, petani kopi dan masyarakat karena mereka bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.500.000 setiap bulan.

Ibu Sri menunjukkan hasil jahitannya berupa BRA ke pengelola micro loan

Setelah berbincang dengan Sopian dan menikmati nikmatnya kopi Rau kami berjalan kaki menuju rumah peminjam lainnya. Ibu Baiq Sri Wulandari, penjahit yang berusia 54 tahun ini memiliki 3 orang anak. Dua orang anaknya sudah menikah, satu orang berusia 13 tahun dan masih bersekolah di SMP. Suami ibu Sri memiliki usaha membuat papin blok dan deker untuk sumur. Namun sejak gempa Lombok pada 30 Juni 2018 pesanan yang diterima oleh suami ibu Sri menjadi sepi. Saat kami datang ke rumahnya, kami melihat ada 1 mesin jahit dan 1 mesin obras di terasnya yang sempit. Sebelum ibu Sri meminjam modal di Gema Alam, dia hanya menerima jahitan jika ada yang datang sambil membawa kain/bahan. Setelah mendapatkan pinjaman modal sebesar Rp 1.000.000 dan Rp 2.000.000 yang digunakan untuk membeli kain/bahan dan perlengkapan menjahit. Kini, ibu Sri bukan hanya menunggu orang menjahit namun juga bisa membuat produk berupa BRA dari kain yang biasa digunakan oleh perempuan suku sasak zaman dulu dan jilbab yang dijual untuk kebutuhan anak sekolah. BRA yang dibuat cukup laris dan banyak yang memesan pesanan, apalagi bagi perempuan desa yang tidak terlalu nyaman menggunakan Bra yang dijual di toko. Selama menjahit ibu Sri kadang dibantu oleh anak perempuannya yang sudah menikah. Penghasilan menjahit bisa membantunya untuk membeli bahan/kain dan membeli kebutuhan sehari-hari. Harapannya, usaha menjahitnya bisa lebih besar, memiliki tambahan mesin jahit, membeli dinamo agar tidak lelah menggoncang karena mesin jahitnya yang ada sekarang masih mesin jahit manual, memiliki seterika, memiliki ruangan khusus untuk menjahit dan memajang hasil jahitannya.

Langkah kaki berjalan menuju rumah Ibu Baiq Maknun, pedagang sembako yang bersebelahan dengan rumah ibu Sri. Perempuan ramah senyum ini berusia 44 tahun dan memilik 2 orang anak. Satu anaknya sudah menikah dan satu lagi berusia 15 tahun dan masih bersekolah di SMP. Ibu Maknun memiliki toko sembako dan juga snack yang didirikan di depan rumahnya. Menggunakan modal yang didapatkan sebesar 2.000.000 digunakan untuk membeli etalase dan barang. Sedangkan pinjaman kedua sebesar 3.000.000 akan digunakan untuk menambah jenis barang dagangannnya. Melalui pinjaman ini, ibu Maknun sangat bersyukur karena barang dagangannya bertambah yang tentunya berdampak pada penambahan hasil penjualan. Sehari –hari dia mendapatkan rata-rata Rp.300.000. Pendapatan ini ditabung untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Harapannya kedepan, dia ingin memperluas tokonya sehingga bisa membuka usaha poto copy.

Melangkah lagi menuju rumah Bakri sang penjahit. Laki-laki berkulit putih ini menjadi penjahit sudah lama. Dia sudah cukup dikenal oleh orang sebagai penjahit, sehinga mendapat banyak pesanan. Bukan hanya dari dalam desa Beririjarak saja tapi juga dari luar desa Beririjarak. Saat kami mengunjunginya dia sedang membuat jaket pesanan dari Desa Sembalun sebanyak 30 pcs. Dia butuh waktu seminggu untuk mengerjakan jaket 30 pcs tersebut, karena dia mengerjakan sendirian. Kami melihat dia memiliki mesin jahit satu buah yang terletak di warung sempitnya. Selain sebagai penjahit dia juga berjualan sayuran. Untuk kebutuhan menjahit dan dagangan warungnya, dia belanja ke pasar sendiri. Bakri tinggal bersama orang tuanya, karena dia masih lajang. Harapannya dia bisa membuka ruangan yang lebih luas di rumahnya. Bisa menambah mesin jahit dan memperkerjakan beberapa masyarakat yang bisa menjahit tapi tidak punya mesin jahit. Selama ini jika dia mendapatkan pesanan yang cukup banyak dia akan memanggil 1-2 orang yang akan membantunya. Dan diupah 20.000 untuk satu baju. Dia menjual 1 jaket seharga 180.000 dan menjual gamis seharga 150.000. Selama ini penggunaan modal yang dipinjam dari GMI digunakan untuk membeli kain/bahan pesanan orang. Pinjmanan pertama sebesar Rp 2.000.000 dan pinjaman kedua sejumlah Rp .3.000.000

Tujuan terakhir di Desa Beririjarak adalah ke rumah Sahili, pedagang kerepek singkong yang berhadapan dengan rumah Bakri. Kebetulan siang hari itu dia sedang proses memproduksi barang dagangannya. Perempuan hitam manis ini sedang mengupas singkong yang merupakan bahan pokok untuk membuat kerepek singkong. Dia tidak sendiri tapi ditemani oleh anaknya yang masih belita. Kami juga sempat mencicipi kerepek singkong yang dibuat secara manual dan tradisional. Rasanya original, tanpa garam dan bumbu lainnya. Potongannya agak tebal karena dia menggunakan alat pengiris yang sangat sederhana. Dia menjual produknya ke pasar dan dia sudah memiliki pelanggan yang membeli kerepek singkongnya dalam jumlah kiloan. Ada hal cukup menarik ketika dia mengeluarkan singkong dari tong cukup besar yang berisi air bersih. Kami menanyakan, mengapa dia merendam singkong dalam air bersih. Jawabnya, untuk menjaga agar singkong tetap segar dan tidak busuk, pengetahuan sederhana perempuan desa dengan menggunakan bahan dari alam. Ia menjual kerepek singkong di pasar dengan harga Rp 25.000/Kg, keuntungan yang didapatkan dari penjualan itu adalah Rp70.000/hari. Dia memproduksi 8-10 kali dalam 1 bulan. Strategi penjualannya hanya dilepas dilangganan saja. Jika Salihin bisa membuat produknya lebih renyah, sehat tanpa bahan pengawet, memiliki kemasan, label yang menarik juga ramah lingkungan dan memiliki izin P-IRT yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur. Maka peluangnya untuk bisa menembus dan bersaing di pasar yang lebih luas, yang tentunya akan memberikan dampak baik bagi penghasilannya akan terbuka lebar.

DESA TANAK MAIK KECAMATAN MASBAGEK KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Pukul 12.15 kami berpamitan dari Desa Beririjarak dan melanjutkan perjalanan ke Desa Tanak Maik Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur. Lokasi yang kami tuju pertama adalah rumah ibu Wardah, pedagang kerupuk tomat. Rumanya berada di tempat yang indah dan hijau karena berdiri di tengah-tengah hamparan sawah dan kolam ikan nila. Sesampai disana, kami menumpang untuk melaksanakan ibadah sholat. Setelah itu, ternyata ibu Wardah menyiapkan kami makan siang. Menu yang disiapkan adalah ikan laut goring, pelecing dan kerupuk. Setelah menikmati makan siang, kami lanjutkan dengan ngobrol-ngobrol seputar usahanya. Ibu Wardah merupakan peminjam yang sudah dua kali meminjam. Pinjaman pertama dan kedua digunakan untuk membeli bahan-bahan. Setiap hari ibu wardah memproduksi kerupuk 5 kg. 5 kg ini jika dijual harganya Rp 100.000, keuntungan yang didapatkan dari 100.000 ini sebesar Rp 40.000. Pasarannya untuk saat ini hanya ke pasar dan dia sudah memiliki pelanggan. Kerupuk yang dijual sudah dikemas dengan harga Rp 1000 menggunakan plastic dan steples. Saat kami menannyakan apa saja bahan dan proses mmebuatnya, ternyata dia masih menggunakan penyedap rasa/MSg. Sesaat kami berbincang tentang kemungkinan jika dia tidak lagi menggunakan MSG dan mengganti kemasan, memiliki label dan izin P-IRT yang akan membuat produknya memiliki nilai jual dengan harga yang bisa bersaing di pasar. Dia sangat berharap bahwa kedepan dia memiliki mesin untuk mengiris kerupuk dengan cepat.

Ibu Misriah, pedagang gorengan sedang menceritakan harapannya yang ingin membuat tempat duduk bagi anak – anak yang berbelanja di tempatnya

Tujuan terakhir kami hari ini adalah mengunjungi ibu Misriah pedagang gorengan yang sasaran pasarnya adalah anak sekolah dasar di sekitar rumahnya, Dia berjualan dengan emmbuka warung sederhana di depan halaman rumahnya. Di menjual gorengan, es dan makanan lainnya mulai pagi hari hingga siang hari. Tabungan dan keuntungannya selama satu bulan sebesar Rp 500.000, ini digunakan untuk membayar cicilan sebesar 210.000 setiap bulan. Sisanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah. Saat ditanya jika liburan panjang anak sekolah apa yang dilakukannya, dia akan ke sawah milik suaminya untuk bertani. Namun dia punya rencana untuk membuat tempat duduk bagi anak-anak dan orang yang belanja. Dia berharap bisa jualan sampai sore dan akan mengembangkan variasi barang dagangannya. Selama berbelanja anak-anak duduk jongkok di tanah.

Pertemuan di kantor Gema Alam
Rabu, 27 November 2019 sebelum kami mengunjungi peminjam, pukul 09.00 wita kami mengadakan pertemuan untuk membincang tentang kunjungan hari pertama dan juga pertemuan Tobias dengan Rinjani Institute. Tobias mengawali dengan mengucapkan terimakasih untuk video kunjungan hari Selasa, 26 November 2019. Video pendek yang sederhana, yang kami buat dengan cepat menggunakan aplikasi pembuat video dari android.
Sedangkan catatan selama kunjungan, Tobias dan Samuel menyampaikan bahwa usaha para peminjam sangat baik dan mengalami kemajuan. Selain itu, Tobias dan Samuel juga memberikan masukan untuk perlunya peningkatan mulai dari produksi sampai pasar.
Sedangkan untuk pertemuan dengan Rinjani institute, Tobias mengatakan bahwa GMI ingin memperluas area kerja, namun tidak di 11 Desa yang sudah dijangkau oleh Gema ALam. Untuk mendukung hal tersebut, GMI menganjurkan ke Rinjani Institute agar berdiskusi dengan Gema Alam yang sudah terlebih dahulu menjalankan program micro loan ini. Tobias meminta agar Gema Alam bisa terbuka jika mereka dating namun juga Gema Alam tidak perlu mendatangi mereka.
Setelah itu, kami menanyakan tentang apakah orang yang baru mau menjalankan bisnis boleh mengajukan pinjaman?. Tobias mengatakan bahwa pada prinsipnya bisa saja, tetapi dengan syarat:
1. Harus ada sekitar 10 orang yang baru memulai usaha
2. Memberikan 10 orang tersebut pelatiahn dasar , literasi keuangan, pengekemasan dan menghitung harga.
3. Kita bisa mensuport modal Rp 1.000.000 tapi mereka harus punya alat produksi atau bahan-bahan untuk memulai bisnisnya, sehingga modal yang dipinjam bisa sebagai pendukung.
Muslihan menanyakan usaha jenis apa saja yang bisa disuport oleh GMI? Semua usaha kecuali peternakan dan pertanian. Karena GMI belum memiliki pengalaman untuk melihat perkembangan usaha tersebut. Terakhir Tobias menyampaikan jika ada tantangan di lapangan, maka sebaiknya di komunikasikan sehingga kita bisa membantu memikirkan jalan keluarnya.

KUNJUNGAN KE DUSUN SEKAR ANYAR KELURAHAN SEKARTEJA
Pukul 11.02 wita kami sampai di rumah ibu Sumianti. Ternayata dia baru saja pulang dari berjualan. Perempuan yang memiliki 2 anak ini mengajak kami ngobrol di dalam rumah dan memperlihatkan barang dagangannya yang masih diatas tosa ( kendaraan yang dirakit oleh suaminya yang digunakan untuk membawa dan menjajakan dagangannya). Sejak pukul 06.00 dia berangkat ke pasar dibantu oleh suaminya sampai jam 10.00 wita. Pendapatannya setiap hari berjualan sebesar Rp 150.000-200.000 jika sepi dan Rp 500.000 jika ramai. Kalau hari Rabu dia berjualan dua kali, pagi dan sor. Karena pada hari itu ada dua pasaran yang beroprasi. Pasar yang menjadi tempatnya menjajakan dagangannya antara lain. pasar Desa Tebaban, Kerongkong, Koarleko, Suralaga, Rekat, Geres, Sukamulia, Elong-Elong. Sambil berjualan dai juga harus membawa anaknya yang masih kecil berumur 1 tahun. Modal pertama yang dipinjam sebesar Rp 2.000.000 digunakan untuk membeli barang. Modal kedua sebesar Rp 3.000.000 digunakan untuk untuk menambah variasi barang dan membuat atap motornya agar tidak panas. Dia memiliki impian, memiliki mobil open cup. Agar saat berjualan bisa lebih nyaman untuk anak dan dirinya. Perubahan yang terjadi setelah dia meminjam modal adalah jumlah dan jenis barangnya semakin bertambah.
Selama kami di rumah Sumianti, kami juga melihat produk kerupuk yang dijual oleh ibu Parmi Suryawardani. Selain pedagang kerupuk dia juga merupakan seorang penjahit. Ibu Parmi memimnjam modal untuk mengembangkan usaha kerupuknya. Dia tidak membuat kerupuk sendiri seperti ibu Wardah tetapi membeli yang sudah jadi, lalu digoreng dan dikemas dengan plastic. Harga jual kerupuk Rp 1000. Pinjaman pertama digunakan untuk membeli kerupuk dan pinjaman kedua ini rencana akan digunakan untuk memperbanyak varian kerupuk.
Kunjungan kami lanjutkan ke rumah sekaligus tempat usaha bapak Supriadi. Dia baru meminjam untuk pertama kalinya. Modal yang dipinjam digunakan untuk membeli pakan ternak ayam. Selain itu juga dia dan istrinya memiliki warung yang menjual sayur dan sembako. Modal yang dipinjam sebesar Rp 1.000.000 .
Kami tidak lama mengobrol dengan Supriadi, setelah melihat perkembangan usahanya. Kami lanjutkan perjalanan menuju rumah ibu Rohmatulloh pedagang es. Saat kami sampai kerumahnya, kami melihat di depan ada gerobak es yang terlihat tidak terlalu banyak dagangannya. Gerobak itu diberikan oleh Dinas Koperasi kabupaten Lombok Timur. Ketika kami mengobrol, dia menyampaikan bahwa saat ini pembeli sedikit karena memang rumahnya juga terletak di daerah yang agak jauh dari perkotaan. Sasaran pasarnya hanya tetangga sekitar saja. Uang hasil penjualan hanya digunakan untuk menyetor dan kebutuhan sehari-hari. Lalu kami mencoba bertanya, apa kira-kira kebutuhan masyarakat sekitar yang sering dibutuhkan dan mereka harus ke luar dari lokasi tempat tinggal untuk emndapatkan barang tersebut. Ibu Rohmatulloh menjawab, sembako. Seperti mie instan, beras, minyak kelapa, gas dll. Membaca kebutuhan pasar dan melakukan assessment oleh peminjam dalam menjalankan usaha belum dimiliki. Oleh karena itu kami memberikan masukan, jika pinjaman pertama sudah lunas lalu mengajukan untuk pinjaman kedua maka sebaikanya dia menggunakannya untuk membeli sembako.

Berdasarkan hasil diskusi dan kunjungan ke peminjam. Untuk mewujudkan peningkatan dan kemajuan usaha para peminjam, maka ada beberapa rekomendasi yang menjadi landasan Gema Alam mengusulkan perencanaan ke GMI. Perencanaan yang akan dilaksanakan untuk satu tahun kedepan, yakni:
1. Gema Alam akan menfasilitasi peminjam dengan dinas-dinas terkait untuk membangun sinergitas. Contoh, Dinas Koperasi dan Dinas Perindustrian memiliki program bantuan berupa gerobak untuk pengusaha kecil. Sehingga ketika peminjam butuh gerobak, Gema Alam bisa menghubungkan dengan dinas terkait. Seperti harapan salah satu peminjam, yakni Misriah penjual gorengan.
2. Mengawal para peminjam yang memiliki usaha menjual makanan agar memiliki produk yang sehat dan menggunakan kemasan ramah lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan pasar yang sedang trend saat ini, masyarakat sedang kembali ke pola hidup sehat. Selain itu juga melalui usaha yang dikembangkan oleh peminjam harus memiliki nilai, salah satunya berkontribusi pada penyelamatan lingkungan dengan tidak menggunakan kemasan plastic.
3. Pelatihan pengkemasan yang baik, ramah lingkungan dan pelatihan untuk membuat produk sehat.
4. Mengumpulkan pemilik warung, kafe, restoran dan hotel dengan tujuan adanya kerjasama antara peminjam dan stakeholder.
5. Membuat bahan promosi seperti video, storytelling berupa profil peminjam, profil usaha dan proses produksi, proses pemasaran.
6. Mengawal peminjam agar mendapat legalitas produk berupa P-IRT ( perizinan industry rumah tangga) yang akan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan.