Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di Indonesia telah dilakukan lebih dari satu dasarwarsa. Terbitnya INPRES No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak kebijakan yang sangat penting dalam mendorong upaya tersebut. Kebijakan ini kemudian dipertegas juga dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 201  tentang RPJMN 2010-2014 yang menetapkan gender sebagai salah satu isu lintas bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan.

Sejak beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan banyak upaya mendorong implementasi Anggaran yang Responsif Gender (ARG), yang dimulai dengan dikeluarkan PMK 109/2009 dengan tujuh kementerian negara/lembaga sebagai pilot di dalam melaksanakan ARG di tahun 2010. PMK 109/2009 diperbarui dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan No.104/PMK 02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga untuk pelaksanaan anggaran di tahun 2011 dengan fokus pelaksanaan ARG di sektor-sektor ekonomi, politik dan sosial.

Pemerintah telah menyatakan keberpihakannya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dengan mengeluarkan kebijakan pengarusutamaan gender pada semua program kerjanya (Inpres No. 9 Tahun 2000). Namun, seiring dengan itu masih ditemukan adanya kesenjangan antara kebijakan yang berpihak pada keadilan gender dengan program kerja serta cara Pemerintah melakukan pengalokasian serta penggunaan anggarannya.

Anggaran Berkeadilan Gender merupakan perwujudan dari kesetaraan dan keadilan gender. Selain itu anggaran berkeadilan gender merupakan tanggung-jawab pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan kualitas hidup kelompok marjinal termasuk perempuan.

Penyusunan APBD selama ini dilakukan melalui proses perencanaan dan penganggaran. Pemerintah daerah dan DPRD merupakan dua pihak yang berwenang menyusun APBD. Dalam proses ini Pemda dan DPRD dituntut partisipatif yaitu melibatkan berbagai kelompok/lapisan masyarakat lai-laki dan perempuan secara langsung agar aspirasi dan kebutuhan mereka terakomodasi dalam APBD serta adanya transparansi. Anggaran responsive gender adalah anggaran yang berpihak pada masyarakat, memprioritaskan pembangunan manusia, dan merespon kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Gema Alam yang tergabung dalam Konsorsium Adil Damai dan Setara NTB memandang penting untuk mengadakan dialog dengan pemerintah kabupaten guna mendorong agar penganggaran dilakukan dengan mengakomodir kepentingan perempuan dan kelompok marginal lainnya.

 Tujuan:

 Capaian :

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, 20 Mei 2019 di Aula Pertemuan Lesehana Sekar Asri Kelurahan Sekarteja yang diikuti oleh Bappeda Kabupaten Lombok Timur, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas P3AKB, BPBD, Pemdes Jurit Baru, Pemdes, Pringgasela Selatan, Pemdes Beririjarak, Kelompok Nine Penenun, KPKK dan Gapura. Kegiatan ini difasilitasi oleh Ibu Ririn Hayudiani dari LPSDM dan narasumber Ibu Luluk Fajriani.

Proses kegiatan ini dimulai dengan pengantar oleh Gema Alam, bahwa sejak tahun 2013 Gema Alam sudah memulai proses membangun kesetaraan dan keadilan gender dalam pengelolaan sumber daya alam dan penguatan ekonomi kelompok perempuan di  Enam desa Kabupaten Lombok Timur yaitu desa Jurit Baru, Pringgasela Selatan, Beririjarak, Suela, Sapit dan Mekar Sari. Dari inisiatif ini telah melahirkan produk kebijakan yang mengakomodir kesetaraan gender diantaranya; peraturan desa tentang pengelolaan air bersih yang berspektif gender di desa Jurit Baru dan Beririjarak dan pengelolaan hasil hutan bukan kayu yang berspektif gender di desa Sapit. Harapannya dari kegiatan proses dialog ini dapat melahirkan kebijakan yang pro terhadap perempuan dan kelompok marginal lainnya.

Selanjutnya dilakukan diskusi tentang perencanaan penganggaran yang responsif gender. Pada dasarnya sebagian dari OPD sudah melakukan penganggaran yang responsive gender dan di Kabupaten Lombok Timur sudah ada pokja gender untuk mempercepat proses perda tentang PUG. Sebagai masukan penting kepala Dinas Pariwisata menyarankan hendaknya terus memberikan pemahaman tentang gender terutama kepada para OPD. OPD juga harus memahami penganggaran yang responsif geder.

 

Dari kegiatan ini ada beberapa rekomendasi penting yang dihasilkan diantaranya;

  1. Setiap kegiatan melakukan koordinasi dengan Bupati untuk menghadirkan kepala OPD supaya lebih memahami tentang konsep gender, PUG dan PPRG;
  2. Kegiatan lebih banyak tentang penguatan kapasitas terutama pelatihan dan pendampingan;
  3. Pemerintah desa hendaknya harus melakukan analisis gender dalam perencanaan pembangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *